Hidup dari Setiap Firman yang Keluar dari Mulut Allah
3 min readKesaksian
Mirjam Lukito
Pengikut baru GBA
24 Agustus 2019
Saya, Mirjam (baca:Miryam) Lukito, pengikut baru dalam GBA ini. Saya lahir di tahun 1960 karenanya masih pakai Ejaan lama.
Siapa itu Miryam? Dia adalah adik Harun, kakak perempuan Musa dimana waktu Musa lahir dan waktu itu Firaun memberi perintah agar setiap anak laki-laki yang dilahirkan oleh umat Israel harus dibunuh. Yokhebed ibunya menaruh Musa dalam keranjang kecil yang ditaruh di tepi Sungai Nil. Dan Miryam mengikuti terus keranjang adiknya itu dalam aliran Sungai Nil secara sembunyi karena takut. Sampai akhirnya keranjang itu sampai di tempat Putri Firaun mandi, dan Miryam menawarkan jasa untuk ibunya dapat menyusui Musa.
Tentang saya, saya juga anak kedua dari keluarga (Alm) Dr. Loekito Handojo. Ibu saya bercerita bahwa waktu masih bayi, saya mengalami panas tinggi sampai kejang-kejang (stuip/step). Saya dibawa ke dokter saat itu (ayah saya masih mahasiswa di UNAIR). Dan saya tertolong, ayah saya ikut sebagai dokter wamil (wajib militer) sesudah lulus sebagai dokter. Tahun 1963, wajib bertugas di Makassar, 1964 lahir adik laki-laki namanya Samuel, sebelumnya sudah ada adik lagi di tahun 1961, namanya Ruth. Setelah wamil di Makasar selesai, kembali ke Surabaya. Waktu itu ayah saya mohon pindah ke sipil, tidak ikut militer lagi. Lalu ayah saya ditempatkan di Cilacap sebagai dokter sipil. Di situ lahir adik laki-laki lagi bernama Benyamin, 1967. Kakak sulung tahun 1958, bernama Esther.
Sejak di Cilacap, ketahuan bahwa saya menerima “warisan penyakit asma bronchiale” jadi, sekitar umur tujuh tahun. Lalu dengan rutin ayah mengajak saya berenang, untuk menghilangkan asma tersebut secara alami. Tetapi, ketika saya berumur 10 tahun dan sudah kelas 5 SD, saya pulang sekolah dengan naik sepeda bersama kakak, saya terjatuh pingsan dan mengompol. Ternyata setelah diperiksa, saya menderita epilepsi dengan ditandainya panas badan tinggi dan stuip waktu masih bayi. Jadi saya tidak bisa berenang lagi sebab jika kejang dan tidak ketahuan, bisa mati tenggelam. Waktu itu saya mengikuti Sekolah Minggu setiap hari Minggunya, sedangkan orang tua saya ikut Kebaktian Gereja. Saya “protes” kepada Tuhan: Oke Tuhan, saya menderita asma dan ternyata adik bungsu saya juga kena, tetapi lebih ringan. Tetapi Tuhan… mengapa saya Kau beri penyakit epilepsi (orang awam menyebutnya ayan/sawan celeng dsb) yang memalukan ini???
Kakak saya melanjutkan ke SMA di Jakarta, di SMA Santa Ursula. Paman saya, juga dokter tinggal di Jakarta. Jadi, meski tinggal di asrama, Sabtu dan Minggu boleh ke tempat paman. Minggu sore balik ke asrama. Saya waktu itu juga mau ke Jakarta mengikuti kakak saya. Ternyata ditolak, sebab Jakarta tidak menerima murid dari luar kota, sudah padat penduduknya. Sebetulnya dari Cilacap paling dekat ya ke Purwokerto, tapi saya didaftarkan dan bersekolah di Yogyakarta, di SMA STELLA DUCE. Saya pun tinggal di asrama Katolik. Saya hanya dititipkan kepada kakak dari dokter gigi tetangga di Cilacap yang mana ia tinggal di Yogya. Saya pun waktu itu kecewa, kenapa Tuhan tidak mengizinkan saya di Jakarta dan hanya di Yogya?
Singkat cerita setelah SMA, kakak daftar untuk kuliah, waktu itu sistem SKALU (Sekretariat Kerjasama Antar Lima Universitas) antaranya UI, ITB, IPB, UGM dan UNAIR. Kakak ingin seperti ayah, mendaftar di UI untuk fakultas Kedokteran. Ternyata setelah test, dinyatakan tidak lulus dan gugur untuk lima Universitas tersebut. Akhirnya diterima di UNS Solo yang baru tiga tahun berdiri, itu pun tidak diterima di fakultas Kedokteran tetapi di pilihan ke-2: Teknik Sipil.
Waktu saya mendaftar untuk kuliah, saya tidak daftar di fakultas kedokteran karena saya merasa menjadi orang yang tidak sabaran. Padahal dokter haruslah sabar. Saya sangat mengagumi guru Kimia saya, jadi saya mendaftar di Fakultas Teknik Kimia. Saya menjalaninya selama enam tahun dengan IPKum 3,3!!!
Dari situlah, tahun 1987 Tuhan menjawab “protes” saya dengan Firman-Nya di Yohanes 9 tentang orang buta sejak lahirnya. Murid-murid Yesus bertanya: Guru, siapakah yang berdosa, dia atau orang tuanya, sehingga ia lahir buta? Tetapi YESUS menjawab: Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia!… Dan semua terbukti pada diri saya. Jadi dari umur 10 tahun – 27 tahun baru dijawab seruan saya kepada Tuhan.
Sejak itu saya berpegang teguh pada Matius 4:4 bahwa manusia tidak hidup dari roti saja tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah.
Sekian dulu, masih panjang kesaksian saya, yang sekarang sudah berumur 59 tahun lebih, menjelang 60 tahun. Saya berharap kesaksian saya bisa berbuah lebih banyak untuk teman-teman sekalian.
Terima kasih, TUHAN memberkati 🙏